Thursday, December 31, 2009

Resolusi

Selalu ada kesempatan bagi yang ingin berubah
Jika datangnya tulus dan lurus

Resolusi, sebanyak-banyak masa terkumpul
Jika sudah penuh
Aku ingin tekuk hingga kaku
Kehinaan yang selama ini berkubang dalam hati
Benar-benar akan tersingkir
Dan pergi untuk selamanya

Tuesday, December 29, 2009

Iri Dengan Surga

Tersedak aku mendengar berita ini
Seorang sahabat bercerita indah surga
Betapa...Aku benci tertinggal dalam sengsara
Dan, dunia betapa engkau penuh dengan keji

Sunday, December 27, 2009

Peran

Tuhan, engkau memang sutradara terbaik
Yang pernah ada dan pernah mencipta
Di saat orang di luar sana menderita akan kejam dunia
Lalu semua yang engkau ciptakan dihinanya
Aku, dengan segala kebijakan-Mu
Diberi peran dengan segala kenikmatan
Semua yang tidak perlu diusahakan dengan peluh
Atau merangkak, bahkan mengeluh

Mengapa Tuhan inginkan aku sebagai peran utama?
Aku tidak lebih dari seorang pembual
Munafik adalah sifatku, mungkin kelemahanku lebih tepat
Tapi, engkau usahakan segala cara
Agar aku tetap dalam skenario-Mu
Yang sulit aku mengerti dan butuh konsentrasi memahaminya

Kuat, aku ini kuat
Tegar, aku adalah orang yang tegar
Bukan sifatku menyerah pada sekitar
Aku adalah peran utama,
Dan semua orang tidak punya kesempatan untuk kecewa

Masa

Kalau saja aku hidup di masa ini saja
Tanpa masa depan, tanpa keabadian
Mungkin saja aku sudah tersanjung dengan segala kesuksesan
Yang bedanya hanya sejengkal dengan kegagalan

Aku tidak harus memilih
Jadi ini atau jadi itu
Di hari kelak kita diharuskan menjadi sesuatu
Maka, biarkan Tuhan mengatur cerita tentang aku dan kehidupan ini

Friday, December 25, 2009

Tidak Untuk Natal

Aku tidak akan jadi salju untuk kalian
Dan menaruh kado dengan rapi di bawah pohon cemara

Menjadi hangat di perapian pun tidak
Dan setia mendampingi kalian bernyanyi saat misa

Karena aku memang bukan
Dan tidak ditakdirkan menjadi bagian dari kalian

Wednesday, December 23, 2009

Ibu

Satu bulan dan ribuan bintang
Mungkin akan tersedak menelan cintanya
Melihat begitu deras gelombang kasih yang ia berikan
Dan sinar terang rasa sayang yang memukau silau

Dan sekarang telah lewat 22 Desember
Masihkah pantas aku buat sajak sederhana ini?

Ibu, engkau kupuja
Selagi masih ada waktu dan nyawa

Monday, December 14, 2009

Perkawinan Mimpi

Sebentar, aku sedang bermimpi
Akan hadirnya sosok kita, berdua
Di sebuah kota, entah dimana
Yang hanya ada mimpiku dan realita kita

Jangan, tidak lekang mimpi itu
Jika kita memang tidak akur dan rukun
Lalu, mimpi kita menabrak dinding buntu
Nah, sudah jelas memang kita harus diam sejenak dengan santun

Jadi, mari kita hadapkan mimpi kita
Biar mereka bertatap dengan mesra


Kontradiksi Cahaya

Saat sang surya yang juara
Ditariknya secarik cahaya
Kemudian dilepas anak panah
Menjadi buah sinar ke segala arah

Di pagi hari
Semua mata masih berbinar sepi
Jiwaku tertidur nyenyak
Disuguhi mendung yang masih juga belum beranjak

Sunday, December 13, 2009

Tolong (untuk Tuhan)

'Tolong aku, yang lemah tiada berdaya'
Kita sudah jauh
Tiada terpera
Meski hanya berapa lama

Iman dapat berubah
Digubris dengan mudah

Ksatria Malam

Perkara berbicara, berceloteh
Tentang cinta dan rasa seminya
Itu mudah, bahkan bukan masalah
Juga tidak berat selama kita benar merasakannya

Ksatria malam
Berkelana berburu hati
Di persimpangan tiada kenal berhenti
Diterobosnya kabut malam

Biar purnama menghujam
Atau mendengar suara serigala yang mencekam
Ia akan terus berkoar
Menghunus cinta tiada kenal gentar

Aku cinta malam
Dan aku cinta...kamu

Saturday, December 12, 2009

Maaf

Apakah kau sedang tersenyum
Atau sedang menaruh marahmu padaku, Tuhan?

Aku minta maaf


Friday, December 11, 2009

Desember, oh Desember

Aku yang selalu kau buat tersenyum
Tersesat dalam jutaan rintik hujan

Engkau yang selalu datang terlambat
Tergopoh namun selalu tepat
Dan ceritamu yang melantun lamban
Melankolis dan penuh sentuhan

Andai hanya engkau yang ada dalam kalender
Desember...

Saturday, December 5, 2009

Pilih Adegan Akhirnya

Panorama terlihat risau
Grusa-grusu menunggu hujan
Di balik mendung itu aku tahu
Seutas cerah sedang berbaris rapi

Tapi, jika kau ingin akhirannya hujan
Silahkan...




Friday, December 4, 2009

Bercinta Dengan Terowongan

Dengan terowongan itu aku bercinta
Melampiaskan kesepian yang tiada pernah terpelajar
Lalu, dengan halus kau selipkan pujian
'Kau terlalu baik untuk menjadi pemula'

Wednesday, November 25, 2009

Ini Aku Pagi Ini

Selalu ada yang menyembul dengan ragu di pagi hari
Rintik-rintik perlahan dan deras

Perasaan takut itu masih saja diam di hati
Masih belum yakin akan pilihan yang pasti
Lalu, memang sudah seharusnya ada yang dibuang
Diantara kita memang terlihat tua dan usang

Jujur keputusanmu masih mengambang
Jangan pergi tinggalkan jejak menggantung

Lepas Dari Neraka

Dengan gelisah aku bermantra
Semoga telingaku ini kedap suara

Akhirnya, aku tiba di stasiun Juanda
Hilang sudah semua derita
Dan untuk nenek yang tadi terus meronta
Aku berdoa agar ia bisa membeku di neraka

Tuesday, November 24, 2009

Hanya Hujan Temanku

Lebih deras lagi
Lebih deras lagi
Aku mohon lagi
Dan lagi

Entah akhir-akhir ini
Temanku hanyalah hujan
Diselimuti kejanggalan hati
Semua tertata rapi atas kuasa Tuhan

Haruskah aku mengucapkan maaf?

Saat yang datang kejenuhan
Busung lapar haus akan cinta tiada lagi bermakna
Atau rasa-rasa hampa yang meracuni sebagian perasaan
Akhirnya terkontaminasi juga seluruh jiwa

Di hutan belantara rindu
Aku berteriak bak serigala

Atas semua kesalahan dan kerusakan yang aku buat
Apa harus aku mengucap maaf dan penyesalan?

Kini, liang-liang hatimu
Sudah beku
Terus mengeras dan membatu
Hingga lepas landas tinggalkanku

Thursday, November 19, 2009

Atlet Tuhan

Kita semua bertatapan
Satu sama lain berhadapan
Saat satu dari kita tersisih
Yang lain ikut merasa sedih

Jika kita tahu
Bahwa Tuhan siapkan kita bukan sebagai gembala
Pasti kita telah berlomba
Karena kita adalah atlet binaan-Nya

Kadang kita ini terlalu abu-abu
Menafikan diri sebagai makhluk tak berdaya
Atau berkata kita ini makhluk lugu
Kemudian berkata kita tiada punya kuasa dan segala

Atlet-atlet Tuhan
Telah siap berpacu di lintasan
Aku tidak akan tertinggal
Dan aku tidak akan benar-benar tertinggal

Musim Cinta

Matahari tersenyum malu
Sinarnya terlihat agak redup dari balik jendela
Pagi ini mungkin dia sedang tersipu
Dengan kekasih hatinya

Di musim penghujan seperti sekarang
Mungkinkah cinta bersemi dengan lantang
Sinyal kedatangannya tiada terpera
Atau mungkin sudah berada di tengah kita?


Wednesday, November 18, 2009

Siksaan Perasaan

Mengapa harus ada pagi?
Aku hanya ingin ada malam dan kelam
Menenggelamkan semua pikiran ku dalam kolam mimpi
Walau hanya sekedar satu malam

Jangan bunuh aku dengan perlahan
Kata-kata emosionalmu sungguh telah mencangkok perasaanku


Tuesday, November 17, 2009

Negeri Drakula

Orang bicara hukum, politik, sosial
Lalu apa yang kau banggakan dari negeri drakula ini?

Semua berjalan pongah
Lagaknya rapi, berdasi
Di belakang isap darah
Tidak lupa gegerkan seisi negeri

Tidak jaksa, polisi
Semua bobrok
Muak aku dengan berita akhir-akhir ini
Ternyata drakula juga simpan borok

Sahabat Semu

Jangan dulu kau sapu berandaku
Atau kibaskan rambut tebalku
Nikmati saja dulu kopimu
Kau pun dapat habiskan malam jika kau mau

Kau terlihat buru-buru
Ada apa?




Syair Hujan, Alam, Terik

Jakarta, kota metropolitan
Hari ini aku sungguh cinta padamu
Air hujan yang menyembur deras dari awan
Dan lilitan angin yang pekat sungguh menyempurnakan hariku

Ketika semua kekuatan alam sudah bersatu
Dan parasit-parasit kota terkucil olehnya
Maka siapa yang rela untuk melakoni peran antagonis itu?
Aku harap panas terik saat ini terlindas janjinya

Kuharap esok hari kau datang lagi
Jangan lupa bawa serta hadiah untukku

Monday, November 16, 2009

Kembalilah

Tolong, kali ini jangan kau jauhi aku
Aku butuh senyummu
Aku butuh itu
Aku selalu merindukanmu

Kekasih hati, kembalilah


Sunday, November 15, 2009

Cengkrama

Beberapa menit saja
Aku ingin kita bercengkarama
Jangan kau sebut segala perkara dunia
Atau kita harus kembali menguras masa

Tuesday, November 10, 2009

Satu Hati

Bisakah kita, sejenak
Ini telah 15 tahun setelah kita terpisah jarak

Kita berbicara semua negeri khayalan
Presidennya kita
Penduduknya kita
Dan semua muka yang ada hanya kita

Aku tidak peduli siapa kita sekarang
Dan kita 15 tahun silam
Selama kita tidak saling adu pedang
Dan tidak pula baku hantam

Istana memori dari bui ini
Atau pasir tertimbun tebal ombak
Masih ada, rapi
Walau kini kita bukan lagi satu hentak

Pasti, aku ingin pasti

Air mata berderai
Lalu kesedihan turun berantai
Kebenaran telah tertancap pasti
Satu kali ini saja aku berkata suatu janji

Tumbang
Kami telah persilakan semua ragu untuk enyah
Satu kali saja aku ingin berkata satu yang pasti
Dan setelah itu tak akan pernah kau lihat lagi

Aku berdiri
Dengan satu kaki

Monday, November 9, 2009

Jihad

Genderang perang telah ditabuh
Prajurit dan martir siap terbunuh

Mati telah jadi pilihan
Paling tidak dalam seribu, satu sudah di genggaman

Jihad! Jihad!
Tuhan Maha Besar!

Kalau semua golongan bercampur
Jadi satu melebur
Yang musuh berpencar
Kocar-kacir menyebar

Sudah seharusnya kita
Tidak hanya berangan belaka

Aku Benci Eksakta

Berjalan pada satu lintasan
Eksakta, dan semua angka ini betul-betul hina
Aku memang telah kalah dalam satu perjuangan
Dan harus rela diperbudak realita



Friday, November 6, 2009

Ragu

Terlihat muka awan muram
Sedih, tergeletak suram
Daun diam sunyi
Matahari dengan tenang bersembunyi

Suatu hari, Sabtu
Aku tiada punya kawan
Aku sadar harus tumbang kan segala ragu
Atau menunggu awan berkompromi dengan hujan

Thursday, November 5, 2009

Semu

Sosialita itu terlampau tinggi
Kelasku berada di sini
Marjinal-marjinal yang mengamen
Lansia-lansia yang meminta

Koneksinya, sahamnya, kekuasaannya, asetnya
Sudah tiada tara bandingannya
Lalu kita yang rendah, dan tidak istimewa
Mau bilang apa?




Wednesday, November 4, 2009

Tersangka?

Di luar sana
Medan Merdeka
Mereka berperkara
Uji materi dan lainnya

Ini hanya soal penangguhan
Penggeledahan tabir kemunafikan
Di negeri ini masih jua ada budak-budak rupiah
Dan pengejar-pengejar upeti-upeti sampah

Korupsi, demokrasi, reformasi
Nina bobo ini teruji
Pilar-pilar negara kita rontok
Termakan sindikat-sindikat yang telah berkarat bobrok

Jaksa, polisi
Begitu mudah dipermainkan jadi bala tentara cukong
Jika sudah begini
Siapa yang mau jadi tersangka?

Cumbu

Bolehkah kita bercumbu lagi?
Untuk satu kenikmatan duniawi tiada hakiki

Lekukan di setiap sudut tubuhmu
Itu telah menerobos jendela-jendela imanku

Jika semua perasaan yang abu-abu ini
Harus aku perkarakan
Dengan Tuhan dan para nabi
Satu pertanyaan

Bukankah nafsu ini ciptaan-Mu jua?

Purnama terbahak

Aku lihat rembulan yang dipajang Tuhan di atas sana
Dengan lebarnya tertawa
Terbahak atas segala kegelapan yang gulita
Dan itu memang hak prerogatifnya

Aku tidak ingin menghardikmu lebih dalam
Jurang kesepian ini telah menyembahku dengan sungguh-sungguh
Lantas apa yang kita bisa berikan
Selain senyum yang menyamar dalam bilik kegelisahan

Sunday, November 1, 2009

Pita Hitam untuk Bibit-Chandra

Di segala warta, rasanya
Aku hanya dengar itu, itu, dan itu
Ya, kalau bukan perceraian diva
Sudah pasti tentang siapa yang jadi tersangka atau terdakwa

Negara ini jadi lahan basah, bukan?
Demi segala kepentingan, kedudukan
Hukum, politik, ekonomi, sosial
Digerus mentah-mentah dengan gergaji berselimut sisik

Aku tidak heran atas timpang tindih ini
Atau yang orang bilang dengan kriminalisasi
"Hati-hati menggunakan kata kriminalisasi"
Jika pemimpin sudah bicara, rakyat mau bilang apa

Hampir, suram negeri kita
Jika tiada lagi hukum berkumandang dengan perkasa
Atau jika tikus penyadap kekayaan rakyat masih tertawa lebarnya
Di luar sana masih bertebaran dengan rata, bukan?

Tuesday, October 27, 2009

28 Oktober 2009

Aku tidak munafik
Hari-hariku diisi dengan hal-hal yang luntur akan nasionalisme
Padahal, 81 tahun lalu
Pemuda yang kala itu tertimbun
Jauh di pedalaman zaman penjajahan
Sudah lantang
Dengan keras menyuarakan kobaran api pembakar rasa
Kepada seluruh pelosok zamrud khatulistiwa

Mungkin sumpah itu sudah terlalu uzur
Pemuda kini sudah terlalu berlagak
Akan segala hal yang berbau western
Itu yang mereka anggap sakral


Brighton

Suatu hari, di kota Brighton
2 pemuda berjalan beriringan, bersahutan langkahnya
Lurus menuju tengah kota yang sesak penuh
Sudah jengah mata ini memandangnya

Rokok Club berbungkus biru
Yang harganya puluhan poundsterling itu terasa segarkan tenggorokan
Kata orang itu penyebab penyakit
Lalu apa peduli mereka?

Pengamen yang duduk sila
Sambil gesek-gesek biola di pundak
Jadi tempat mereka menuangkan rezeki
Berbagi dengan para marjinal

Langkahnya belum juga melambat
Justru dipercepat
Ah aku tahu
Mereka ini mengejar kereta ke London

Dasar anak muda


Koneksi

Aku ingin menyambungkan koneksi-koneksi yang lama terputus. Itu saja. Ah bodohnya aku

Tuesday, October 13, 2009

Kekal?

Sayangku, kita akan hidup bersama
Kekal dalam canda tawa yang kita hamburkan
Kekal dalam janji-janji yang kita pegang teguh
Aku harap ini bukan hanya doa...

Berlebihan kah aku?

Ibukota Kita

Ibukota kita
Terlalu tua untuk dimaki
Disuap-suapi terpaksa
Oleh asap-asap hina dina

Jalannya
Aspal, bukan berarti kebal

Rakyatnya
Banyak, dan tidakkah kau merasa ibukota ini sudah terlalu sesak?

Tepi Danau

Hutan pinus, cemara tinggi menjulang
Berjalan aku menyisir tepi danau
Air tenang berdiam pada tempat selaras
Dengan riak yang tertimbun dalam segala kesunyian

Aku ingat
Nada-nada sejuk mengalun pelan
Melinting senyum di samping pipi gembul
Dan, untuk sejenak aku sedang berkhayal

Musik itu
Dicampur, diaduk, dan dinikmati
Dengan segala anugerah hayati
Nikmatnya tiada padam, terlebih mati

Panorama itu
Terlalu sempurna untuk dipublikasikan, sayang

Friday, October 9, 2009

Nyawa Baru

Jalan setapak itu
Terlepas sudah aku dari itu
Dan, selangkah aku pijakkan telapak
Tirai baru datang terbelalak
Berhembus angin cepat menyalak
Aku bersulang menyambut segala semarak

Walau diselingi sedikit kegelisahan
Pergeseran pemikiran ke memoar-memoar merekah
Aku kini datang dengan nyawa baru
Bertambah lagi nyawa di genggam dalam erat pembuluh darah

Thursday, October 8, 2009

Suatu Malam di Stasiun Tebet

Di stasiun ke 9 itu aku turun
Utara masih jadi tujuan bersandar

Jaket merah itu
Merekat lekat seperti warnanya
Dingin betul malam itu Jakarta
Musim kemarau tiada jenuh pergi berlalu

Mucikari sudah keluar dari sarang
Silih berganti menjaja diri

Sudah hampir mendekati jam 9 malam
Belum selesai kereta arah selatan bergegas
Secercah cahaya menjelang
Yang kutunggu datang

Friday, September 25, 2009

Waktu

Aku rindu masa depanku yang cerah
Yang ternyata masih jauh dari sekedar realita
Aku rindu masa lalu ku yang indah
Pada kenyataannya itu telah jadi fosil yang siap punah

Aku bosan membuat kata-kata untuk menggambarkan, mendeskripsikan bagaimana waktu itu berjalan dan kemana arah waktu digulingkan. Karena aku pun akan jadi bulir-bulir yang masuk dalam perhitungan-perhitungan Tuhan itu.

Wednesday, September 23, 2009

Rinduku

Berjalan lamban
Meninggalkan hati-hati yang lapuk busuk

Tiba-tiba, sekejap
Engkau datang memaki
Mencoba cari alibi
Coba kutebak, kau sedang kalap

Aku rindu dirimu...

Tuesday, September 22, 2009

Sepi Hati

Pagi ini ibukota sepi
Berjuta penghuni lepas landas ke berbagai arah

Segumpal angin berlalu-lalang
Lenggak-lenggok berjalan
Lempar muka sembunyi nyawa
Lakukan itu seenak jidatnya

Sesepi perasaan
Tertidur lelap dalam perpisahan

Air Anugerah

Berserak air turun
Meluncur cepat beruntun

Tepat jatuh mengena aspal
Ditiban segala bui yang menggumpal

Lama tak hadir
Dirimu menghilang ditelan terik
Sekalipun itu dirimu
Yang berbeda tipis dari yang kukenal


Saturday, September 19, 2009

1 Syawal

Di jalan raya
Anak-anak yang baru tahu cara-cara isap rokok
Remaja-remaja yang suka oplosan
Mereka merasa menang, taklukkan peraturan

Di masjid
Orang terus kumandangkan pujian
Dari yang muda berjanggut, hingga tua keriput
Mereka merasa menang, taklukkan setan satu bulan

Dan kalian juga tahu siapa yang merasa menang?
Bukan kita
Yang lebih cinta dunia fana
Tapi kita yang cinta Tuhan-Nya


Tuesday, September 15, 2009

Malaikat

Mereka ini terlalu abu-abu untuk dideskripsikan
Malaikat

Pesuruh Tuhan ini masih juga belum jera
Apa mereka ini iri kita punya wujud yang nyata?

Saturday, September 12, 2009

Hampir Pergi Tamu Kita

60 km/jam terlihat di speedometer
Aku makin putar pengendali laju
Hadapi lawan-lawan aspal atas nama kepentingan pribadi
Untung lampu pos Polisi mati

Aku suka berkeliling
Lewati jalan-jalan protokol yang kata orang jalan penting

Senayan sepi hening
Teringat hari bebas kendaraan
Surga bagi anak jalanan
Habiskan waktu tanpa hiraukan tenggorokan kering

Dan di perjalanan pulang tadi
Malaikat ingatkan

Ramadhan hampir habis
Pemberangkatan akan disegerakan

Aku belum jua sempat berbuat manfaat
Si penebar rezeki tak mau tertinggal kapal





Friday, September 11, 2009

Pertemuan

Lama jua tak kusambangi surau seberang rumah itu
Banyak tersebar generasiku sepantar

Aku kini telah lebih baik dari 4 tahun lalu
Saat rumah Tuhan yang lugu ini masih begitu biru

Gerombolan suara-suara sujud itu masih terpatri nyata dalam realita
Suara-suara bocah kemarin sore begitu ganggu pertemuanku dengan Sang Pencipta

Dalam raka'at-raka'at ganjil itu
Aku yang kecil demi nama besar-Mu
Yang lugu demi keagungan-Mu
Merasa, kita berjumpa

Aku akan catat hari ini
Sejarah yang takkan terulangi

Ya Tuhan, berikan waktu-Mu kelak untuk kita berkencan (kelak)

Monday, August 31, 2009

Aku dan Alam

Pada samudera-samudera yang hampar besar aku bersandar
Pada awan-awan yang bumbung tingginya jauh dari gapaian
Pada angin-angin yang dingin dan larinya sejukkan beringin
Dan pada daratan-daratan yang terlihat tersiksa dilindas manusia blingsatan

Aku ingin bermain dengan alam
Mulai surya menjulang hingga ia kembali pada tenggelam
Tapi manusia lain terlihat lebih jahat dan kejam
Hanya luluh lantakkan tempat kita berdiam

Thursday, August 27, 2009

Petir

Depok yang rindang hutan di kanan kiri
Tertegun kami kedatangan petir di siang matang ini

Pikir kami berita baik
Setidaknya membuat hati ini tidak gelisah terlebih panik

Hujan lebat siram otak lebam nan lemah ini
Airnya basahi kecewa hati

Akhirnya, jatuh juga berguguran air mata kecewa
Merasa terhenyak sesaat masa

Wednesday, August 26, 2009

Sindrom Pukul 15.00

Perut
Anugerah Tuhan yang macam ragam isinya
Entah padat, cair, gas sekalipun
Punya kapasitas terbatas

Entah, ini perut atau lambung
Namun setiap waktu lakukan puasa
Pukul 3 sore
Perut terasa mencapai titik nadir

Sungguh, Tuhan bersama orang yang sabar

Sunday, August 23, 2009

Nyamuk itu...

Nyamuk telah jalankan tugasnya
Hisap darah manusia sesuka-suka
Tapi, lihat jam berapa sekarang?
Mungkin mereka lupa jalan pulang

Saturday, August 22, 2009

Nafsu

Jalan setan itu kutaklukkan
Dan lampu-lampu iblis yang silau sengau itu telah kumatikan

Namun, ada yang belum terkalahkan
Nafsu

Thursday, August 20, 2009

Kita Memang Benar-Benar Melayu

Di jalanan orang-orang ini mengamen lagu cinta
Kataku, mereka hina

Dan pindah cari receh ke lapak lain
Tapi masih dengan lagu cinta
Kataku, mereka tak berharga

Mereka mengembara dari desa ke kota
Dan sebaliknya

Seketika jumpa orang tua
Mereka lupa dan hardik keduanya
Hanya karena uang dari lagu cinta
Yang menurutku hina dan tak berharga

Menurutku ada yang lebih berharga
Yakni musik yang petikan gitarnya dalam
Gelap mengalun menggali tiap senar
Dibanding kunci itu-itu saja

Ceritaku ini lebih mirip drama kah?

Entah

Ada apa dengan aku?
Jadi hilang sejuta inspirasi
Mendadak lelap tertidur di bawah alam sadar
Istighfar...

Wednesday, August 19, 2009

Tamu Agung

Aku lebih ingin bungkam
Seribu bahasa atau lebih
Menyambut tamu agung yang datangnya setahun hanya sekejap
Dan perginya pun begitu

Itikaf, tarawih, dzikir, tadarus, jauh lebih berharga

Sunday, August 16, 2009

Untuk Bangsa Yang Katanya Merdeka

Aku ini teknologi
Yang diciptakan dari potongan dan serpihan partisi
Pembuatanku butuh semalam suntuk konsentrasi
Hasilnya pun harus jadi produk unggulan industri

Aku bernilai per barel
Per hari dipaksa produksi jutaan komposisi
Entah eksplorasi atau ekstensifikasi
Nilaiku ini sama dengan harga diri bangsa

Aku ini globalisasi
Tidak kuakui segala bentuk ideologi
Liberal, komunis, sosialis tak jadi kompromi
Yang penting aku ini bangga jadi produk masa kini

Aku ini campuran
Ayah imigran ibu bangsawan
Balita pun aku diangkut pergi keluar
Pulang-pulang lupa dengan sekitar

Aku ini asli Indonesia
Tapi aku terlena
Disia-siakan negara
Tak dihargai penguasa

Indonesia
Aceh sampai Papua
Manado sampai Lombok
Tapi orangnya goblok

Indonesia
Punya Suramadu
Mau buat satu lagi di Jawa-Sumatra
Tapi tak punya dana

Bangsa ini katanya merdeka, mana?

Saturday, August 15, 2009

Keinginanku di Pagi Ini

Aku ingin tidur
Tenggelam dalam fantasi yang tak pernah terbayangkan

*Dunia ini penuh cobaan, dan kita harus sabar
Aku menulis ini dengan sadar

Thursday, August 13, 2009

Sekitar 60 hari

Menikmati susu panas
Surat kabar yang datang membawa berita-berita ganas
Dari ibukota
Atau seluruh Indonesia

Dari rumah sebelah terdengar deru gas berkoar-koar
Tidak sabar tancap gas 80 km/jam
Bonceng anak, buka pintu untuk tuan besar
Jaga kendaraan jangan sampai karam

Ketak-ketik suara mesin tik elektronik
Klutak-klutuk masih saja hingga jam 5 pagi
Suara tuts laptop berisik
Hingga lupa bersihkan diri, mandi

Kalau siang datang menjelang
Otak keroncongan
Minta kawan bantu inspirasi
Cari-cari tempat enak beraspirasi

Kalau sedang kosong
Waktu melompong
Bolong bolong bolong bolong bolong
Tak sadar mata berkantong

3 bulan
Atau sekitar 60 hari
Begini saja
Tidak ada yang istimewa

Sebuah Hari Akhir

Kusimak orang-orang bercerita
Sebar-sebar berita kepada kawan
Kanan kiri jauh dekat
Sekitar jadi gundah dan tak berarah

Kudengar ada orang yang dirayu-rayu Tuhan(nya)
Digoda datang ke singgasana(nya)
Bercengkarama dengan para nabi(nya)
Malaikat dan selir-selir yang setia

Orang yang telah punah
Hilang tak tentu arah
Masih pula ikut-ikut buat kisruh
Bangsa Maya kata orang barat sana

Ada lagi yang bawa-bawa
Nabi dari Islam
Katanya ini itu
Dalil sana sini

Ada lagi orang-orang gelar tinggi
Sampai nama tak lagi berarti
Bilang akan datang hari akhir
Kemukakan manipulasi mutakhir

Ada lagi keluarkan kitab Jawa
Bahasanya pun tak mudah dicerna
Katanya *$@^*$(+*&?
Orang Jawa saja tidak bisa baca

Ada lagi yang buat-buat rol-rol film
Diedarkan lewat 21 seluruh dunia
Buat geger orang
Buat sedemikian tegang

Beginilah umat manusia yang ditinggal pemimpin umatnya
Sudah pastikan harinya saja
21 Desember 2012
Percaya?



Wednesday, August 12, 2009

Serigala Roma

3 anak dari ibukota Italia
Alberto, Daniele, Francesco namanya
Gelar pangeran sudah kepalang dinasbihkan
Kepada Francesco dianugerahkan

Daniele
Prajurit besi
Siap menghadang musuh Roma
Demi mengamankan ibukota Italia

Alberto
Ahli strategi perang
Cerdik, licik, penuh intrik
Bibit terunggul di Roma

Dan, perang di Tanah Britania tak terelakkan
Orang Inggris bak Barbarian
Serbu barisan lawan
Ribuan serdadu musuh berserakan

Satu lagi prajurit Roma gugur
Di kota Liverpool
Aku ingat betul
Alberto telah diundang pergi ke istana keabadian

Tuesday, August 11, 2009

Sempurna?

Sudahkah anda sempurna?
Kalau iya
Saya rela bayar berapa pun jadi murid anda
Dan ajari saya untuk menjadi manusia tanpa cela

Monday, August 10, 2009

Untukmu

Babi!
Anjing memang kau!
Persetan!
Brengsek!

Heh kamu! Jangan keluarkan urat lehermu sembarangan

Kau ingat saat aku tersipu dalam sudut 180 derajat?
Saat itu bibirku terperosok dalam jerat
Asmara kata penyair
Tapi aku ini amatir

Banyak yang menggambarkan cinta dengan kata-kata penuh kelembutan
Dan dengan warna merah jambu
Gambar hati
Atau malaikat kanan kiri

Tapi aku hanya ingin dirimu
Apa adanya
Tidak dibuat seakan sendu
Sesuai realita

Aku, cintamu
Yang hingga malam
Jam berapa ini
Tak kuhitung dan perhatikan

Dan aku masih tergerak
Menggerus untuk tetap selalu mengelus
Apakah kau rindu padaku?





......kuharap Babby Febrilia


Rasa

Sore saat kau menghampiri
Tak karuan mata ini memandang
Sesaat ku berpaling
Kau telah mengambil seribu langkah
Apa yang ku pikirkan saat ini
Dia tak lebih dari seekor burung yang sayapnya patah
Jangan kau terkam dia
Sayangi dia


Sejenak ku merenung
Telah tercampur enzim apa mulut ini
Hingga kiniku menjadi bisu sejenak
Atau kehilangan akal untuk bersilat lidah
Pada satu waktu terbit matahari
Dan menghangatkan kalbu dari dinginnya sang malam
Membuat hati terdiam satu purnama
Terjebak dalam kontradiksi yang tidak berkesudahan
Hingga aku terbangun dalam pingsan yang cukup membelenggu
Dan sekejap ku terpaku
Bibir ini tak bergeming
Sekujur tubuh pun tak ingin beranjak


Saat itu
Ilmuku bertambah
Sedikit namun pasti
Yakni
Ilmu merasakan cinta
Ilmu untuk berkata "Aku ini berbeda"
Berbeda dengan kekasihmu yang lama
Karena aku dapat membuatmu terkesima
Dalam hitungan berjalan
Saat kau masih tertegun
Bahkan aku telah memelukmu
Dalam sebuah kehangatan
Kau masih dalam ketidakpercayaan
Hingga pada akhirnya kau pun kini berada dalam lingkaran
Dalam keseharian
Dalam setiap kesempatan
Jangan kau tenggelam sebelum malam tiba
Karena kuingin kau tetap menjadi bulanku
Untuk saat iniAtau mungkin selamanya



Saturday, August 8, 2009

Burung Merak

Memang, banyak yang bilang
Orang baik hidupnya tak lama
Adzan dari surau berkumandang
Dan orang banyak menuju kemenangan

Hari itu, malam Jumat
Nisfu Sya'ban
Yang merayakan
Berdoa bersama

Hari itu, mendung dunia sastra
Satu lagi guru besar
Sang Professor jika ada gelar
Melangkah pasti ke surga


Wednesday, August 5, 2009

Jarak

Aku kini sepi
Sepi
Yang melintas helai kenangan waktu kita

Aku rindu
Padamu
Cintaku, ini bukan virus flu babi
Hanya sedikit melankoli

Si Gembel Tua Gimbal

Memang, tak ada yang bisa menentang
Ketika mendengar ketukan kematian berdetak
Sekujur raga meregang
Merasa ada yang menyentak

Kemarin, Si Gembel Tua Gimbal
Disanjung puja sana sini
Undang datang untuk nyanyi
Celoteh spontan jadi andalan

Tadi, ada burung bawa kabar
Dia sudah terkapar
Handai taulan pada pingsan
Dengar-dengar tinggalkan uang miliaran


Sunday, August 2, 2009

Hidup

Seminggu lalu
Ketika menulis terasa ringan
Banyak orang memberi elu
Pujian berdatangan

Seminggu kemudian
Otak sedang tersendat berkarya
Mulai tidak diperhatikan
Tidak lagi jadi perhatian banyak mata

Begitulah hidup
Saat sukses begitu meluap
Ketika gagal terjerembab

Friday, July 24, 2009

Hanya seorang hamba

Engkau, memang pantas disebut Maha Kaya
Saat ku lupa dengan janji kita
Untuk bertemu 5 kali sehari
Tidak sedikit pun kau merasa rugi

Engkau, memang pantas disebut Maha Besar
Saat dengan sombongnya aku merasa gahar
Kekuasaan-Mu tetap kokoh di atas segala layar
Tidak sejengkal pun kau Arsy-Mu bergetar

Engkau, memang pantas disebut Maha Mulia
Disaat hamba mu merasa sempurna
Dan menganggap kau tak ada
Engkau tetap tinggi di singgasana

Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Betapa aku ini hamba-Mu yang berlumur hina
Tak punya aku rumus menghitung dosa
Berapa sholat yang telah terlupa

Saat aku dengan sengaja
Dan sadar
Melakukan zina
Engkau, tetap bersemayam dengan gelar Maha Pengampun

Tak lupa aku peristiwa itu
Dengan akal sehat
Tapi lupa seakan kau tak melihat
Sengaja aku berbohong dengan sejawat

Engkau, Ya Allah
Azza Wa Jalla
Seolah aku lupa dengan-Mu
Begitu godaan meraba

Astaghfirullahalaziim

Iba atau Harta?

Seorang tante untukku
Padahal tak ada sejengkal pun kita ada hubungan
Baik ia di depan ibuku
Gelombang wajahnya penuh kepastian

Hampir tiap malam ia tidur di kasurku
Ikhlas aku untuk itu
Bahkan tak sadar ia dengan kedudukannya
Enak saja suka main perintah

Tiap datang ke ibuku pasang juga itu muka melas
Tak peduli kalau kantong ibuku diperas
Ikhlas ibuku untuk itu
Tak minta kembalian pula ibuku

Hingga saat tante ini hilang masa jayanya
Kulihat jalannya pelan
Kadang menyewa pembantu untuk melakukannya
Sekeliling terlihat kasihan

Aku dan keluargaku tak lupa dengan tagihannya
Tapi, luluh jua karang hati oleh iba
Duit tiga juta apalah namanya
Kalau sudah lihat orang sakit hilang jua

Tuesday, July 21, 2009

Mimpi yang hanya tinggal mimpi

Ku sudah bayangkan akan gunakan baju kalian
Yang dipakai tahun 1998
Hitam warnanya
Jarang pasti yang punya

Ku sudah bayangkan melihat gocekanmu
Tendanganmu, Roo
Gocekanmu, Nani
Sundulanmu, Berba

Apalagi jika kusaksikan kalian latihan
Minggu pagi di Senayan
Jutaan pasang mata menyaksikan
Kalian unjuk kebolehan

Pasti akan kubawa kamera
Kuabadikan muka-muka kalian
Muka-muka Eropa, Afrika, Asia
Ganteng dan menawan

Sayang, dan seribu kali untuk itu
Terlalu banyak pengecut di negeri ini
Semoga Tuhan membalas perbuatanmu
Tanggung jawab-lah kau pada jutaan mimpi

Air Mata Awan

Kulihat daun bergoyang
Memperlihatkan tubuh molek
Mata awan berkaca-kaca
Seakan ia bersedih

Aduh, musik akustik memanjakan telinga
Petikan gitar tiada tara
Sekali lagi daun masih asik bergoyang

Menangislah, awan
Aku rindu air mata mu
Hari ini saja
Beberapa jam saja


Saturday, July 18, 2009

Kuningan, 17 Juli 2009

Saat lonceng kematian digoyang
Kemudian yang lain terhenyak
Saat bala tak dapat ditentang
Kemudian banyak yang mencari riak

Disana-sini mulai berspekulasi
Ada yang mengidentifikasi
Ini itu simpang siur
Semua pandangan kabur

Aman tak jadi jaminan
Kini semua ketakutan
Ragu untuk berbuat
Semua cari-cari juru selamat

Pagi cerah penuh darah
Bersimbah
Semua bermuara pada marah
Negeri ini sekejap luluh lantah

Untung si tamu agung belum kunjung datang
Bisa heran satu dunia nanti
Melihat berita pada tercengang
Belum lagi jika disebut satu negeri ini

Yang berduka
Belum berkirim bunga
Yang bersedih
Masih merasa perih

Trauma si satpam
Belum juga hilang terhapus
Datang pula kembali masa kelam
Dengan cepat menghunus

Sampai kapan kita menunggu
Mungkin seribu
Sampai mereka percaya
Negara kita memang benar aman adanya



Thursday, July 16, 2009

Melbourne, Australia

1996 dan 1998
Dulu
Saat bertetangga terasa harmonis
Dan kini
Sekarang
Cengkrama pun mulai terasa amis

Andai aku diberi waktu dulu
Aku berjanji! Pasti akan kembali
Tapi sayang saat itu ibu yang punya kuasa
Dan aku hanya bocah yang belum membuka mata

Kota yang ditata dengan sahaja
Dibangun dengan kerjasama
Alamak, ini baru surga
Begitu kata orang Indonesia

Kala itu di Melbourne, Australia
Terima kasih Tuhan
Kau tak format ulang memori ini
Sehingga aku masih bisa berbagi





Stasiun Juanda

Kala matahari mulai menuju singgasananya
Banyak yang mengibaskan baju
Sesaat peluh keringat makin bergelora
Tidak sadar dirinya menyebar malu

Ada yang berjalan menyusuri pengembara
Sembari terlunta
Mungkin bersandiwara
Terlihat dari air mukanya

Ada juga yang menjaja
Kertas warta jadi harta yang berharga
Mereka itu yang berhati baja
Semua untuk keluarga

Mereka yang telah dikeroyoki waktu
Menjerit dalam hatinya
Melirik matanya
Bertanya pada sesama

Kala kesabaran tak lagi jadi raja
Mulai lumer tergerus rasa
Gelisah menjadi penunggu kalbu
Menanti dipercepatnya waktu

Tuesday, July 14, 2009

Malam

Saat rembulan menampakkan batang hidungnya
Ada yang mengucapkan sampai jumpa
Tapi anjing dan serigala berkata lain
Mereka senang atas kehadirannya

Ada kalanya kita berhutang pada matahari
Karena kita pakai jatahnya untuk menjaga
Dan aku minta maaf atas itu

Banyak yang telah gugur
Setidaknya keberuntungan ada di sisinya
Karena mereka akan tetap terjaga hingga rembulan kembali tiba

Kini di malam yang penuh semburan angin teknologi
Dan aku hanya berselimut kain
Aku rela
Untuk tetap membuka mata
Hanya untuk melihatmu terjaga


Monday, July 13, 2009

Bosan dengan Tuhan

Entah berapa banyak kata yang aku tulis untukmu, Tuhan
Permintaanku hanya satu
Berikan aku nafas
Untuk hari ini
Esok
Dan seterusnya
Sampai di suatu hari
Aku sadar aku ini milikmu

Untuk Apa

Banyak yang bertanya, "Untuk apa kau menulis?"
"Lebih baik kau jadi konsultan"
"Atau dokter yang hatinya"
"Atau pengacara yang kaya raya"

Ini aku
Yang menulis bukan untuk uang
Tapi untuk senang

Kranji, sebuah kota

Aku yang bergegas
Menghindari deru gas
Yang semakin membabi buta

Hanya ada aku dan rasa dingin
Melewati Jakarta di pagi hari
Kota ini terasa seperti sedang winter
Tapi itu hanya percik khayal dalam otakku

Semoga kita yang berangkat dari jauh
Tidak merasa hampa dan sia-sia
Karena tiap perjuangan
Tentu punya kenangan