Wednesday, June 30, 2010

Bulan Ketujuh 2010

Akhirnya aku menjejak di bulan ketujuh
Setengah tahun sudah jauh kukayuh
Dari yang awalnya hening
Hingga masuk ke dalam suasana yang bising

Di bulan ketujuh, ibu-ibu akan sibuk ke tukang gadai
Anak pertama, anak kedua, anak ketiga harus tetap belajar
Inflasi terus melambung, harga-harga terbengkalai
Naik sesukanya tanpa tertatar

Dan masih banyak lagi cerita di bulan ketujuh
Lalu aku
Aku menjaja cinta dengan peluh
Senang, riang aku selalu mengelu

Aku tidak sedang ingin bersajak
Namun hatiku membuatku bergejolak
Merangkai kata di pagi hari mungkin begitu enak
Meski hasilnya seperti ini, bagai bui berserak

Sendu-sendu udara pagi yang sejuk
Terus saja mendorongku berbuat seperti ini
Aku seperti tidak sadar, terbuai ke dalam sebuah biduk
Ramai betul hingar bingar kota yang menjadi-jadi

Dan memang benar aku, kamu, dan kita semua telah sampai di bulan ketujuh
Adakah cinta itu kembali kureguk?
Tanya saja pada angin pagi yang begitu sejuk
Yang jelas, aku begitu cinta pada kedamaian yang berhembus sejak tadi Subuh

Tuesday, June 29, 2010

Memikirkanmu

Dan aku akan segera rindu padamu
Kala waktu telah membuatmu jemu
Dan aku akan segera memikirkanmu
Ketika langkah kita terpisah hingga beribu

Aku ingat dini hari itu kala aku terjaga
Tiada sehelai nyawa di perantara
Memikirkanmu adalah yang harus aku kerjakan
Berikutnya dan berkelanjutan

2 jam lagi sebelum kau bertolak
Masih ingatkah kau akan hari kita yang begitu acak?
Tapi aku masih ingin kau
Ingin sekali ada engkau

Saturday, June 19, 2010

Malam Hanya Sementara

Malam hanya sementara
Ia akan terlelap ketika menemu fajar
Segala ironinya akan tenggelam begitu saja
Ketika melihat ada secercah sinar

Malam hanya sementara
Kita berpikir hanya untuk dunia fana
Meski akhirat tiada kenal masa
Kita tiada berbuat apa-apa

Tidak Ingin Bertemu atau Ingin

Seorang anak lelaki itu sibuk akhir-akhir ini
Ia terlihat sedang memahat sesuatu saat dipergoki orang tuanya
Dan ia tak peduli meski apa yang dipahatnya mendapat cerca
Aku akan terus berjalan, tegasnya seraya menghapus peluh

Ia mendambakan seseorang yang tiada ia pernah jumpai sebelumnya
Ia pun bertanya-tanya mengapa ia kerap mendambakannya mesti tak pernah bertukar pandangan
Cinta itu buta, suatu anekdot lama yang ia tetap pegang

Ia hanya ingin meyakinkan dirinya, bahwa suatu mimpi hanya akan jadi kenyataan jika ia mempunyai kemauan untuk merealisasikannya
Seperti hujan yang berkasih dengan pelangi, romantis
Gerutunya tak cukup, hanya gerak yang membuatnya tenang

Dan ia ingin bertemu dengannya, ingin sekali
Rindunya tidak tertahan
Yang berdebar tiap malam, kerap mengganggu
Aku harus, harus, ia dengan tegas mengutarakannya

Lagi, waktu menjumpanya di saat yang tidak tepat
Atau hanya dalam mimpinya ia sedang berpacu dengan waktu?

Tapi ia masih ingin bertemu dengan pujaan hatinya

Tuesday, June 8, 2010

Abstrak

Dan aku tak tahu apa yang harus aku rangkai
Aku sedang menyaksikan kalimat yang telah kurangkai berhamburan
Entah kemana, entah mengapa
Momenku mulai habis ketika jendela-jendela abstrak ini datang berantai

Tuesday, June 1, 2010

Hujan, Nikmat

1 Juni. Pukul 20.08.
iTunes menunjukkan lagu Efek Rumah Kaca dengan judul Desember
Hujan mengguyur ibukota, atau (mungkin) seluruh Indonesia
Ia datang, keluarkan segenap pesona

Di rumah, aku menikmati setiap nafasmu
Berdentingan dari tiap ruas genting
Meski suara televisi harus ku putar hingga ia menggerutu
Namun hujan tetap tegar dan berdendang

Awan beriringan pergi
Tiada lagi malam pucat pasi
Gelap dan pekat
Malam 1 Juni 2010 begitu nikmat