Wednesday, November 25, 2009

Ini Aku Pagi Ini

Selalu ada yang menyembul dengan ragu di pagi hari
Rintik-rintik perlahan dan deras

Perasaan takut itu masih saja diam di hati
Masih belum yakin akan pilihan yang pasti
Lalu, memang sudah seharusnya ada yang dibuang
Diantara kita memang terlihat tua dan usang

Jujur keputusanmu masih mengambang
Jangan pergi tinggalkan jejak menggantung

Lepas Dari Neraka

Dengan gelisah aku bermantra
Semoga telingaku ini kedap suara

Akhirnya, aku tiba di stasiun Juanda
Hilang sudah semua derita
Dan untuk nenek yang tadi terus meronta
Aku berdoa agar ia bisa membeku di neraka

Tuesday, November 24, 2009

Hanya Hujan Temanku

Lebih deras lagi
Lebih deras lagi
Aku mohon lagi
Dan lagi

Entah akhir-akhir ini
Temanku hanyalah hujan
Diselimuti kejanggalan hati
Semua tertata rapi atas kuasa Tuhan

Haruskah aku mengucapkan maaf?

Saat yang datang kejenuhan
Busung lapar haus akan cinta tiada lagi bermakna
Atau rasa-rasa hampa yang meracuni sebagian perasaan
Akhirnya terkontaminasi juga seluruh jiwa

Di hutan belantara rindu
Aku berteriak bak serigala

Atas semua kesalahan dan kerusakan yang aku buat
Apa harus aku mengucap maaf dan penyesalan?

Kini, liang-liang hatimu
Sudah beku
Terus mengeras dan membatu
Hingga lepas landas tinggalkanku

Thursday, November 19, 2009

Atlet Tuhan

Kita semua bertatapan
Satu sama lain berhadapan
Saat satu dari kita tersisih
Yang lain ikut merasa sedih

Jika kita tahu
Bahwa Tuhan siapkan kita bukan sebagai gembala
Pasti kita telah berlomba
Karena kita adalah atlet binaan-Nya

Kadang kita ini terlalu abu-abu
Menafikan diri sebagai makhluk tak berdaya
Atau berkata kita ini makhluk lugu
Kemudian berkata kita tiada punya kuasa dan segala

Atlet-atlet Tuhan
Telah siap berpacu di lintasan
Aku tidak akan tertinggal
Dan aku tidak akan benar-benar tertinggal

Musim Cinta

Matahari tersenyum malu
Sinarnya terlihat agak redup dari balik jendela
Pagi ini mungkin dia sedang tersipu
Dengan kekasih hatinya

Di musim penghujan seperti sekarang
Mungkinkah cinta bersemi dengan lantang
Sinyal kedatangannya tiada terpera
Atau mungkin sudah berada di tengah kita?


Wednesday, November 18, 2009

Siksaan Perasaan

Mengapa harus ada pagi?
Aku hanya ingin ada malam dan kelam
Menenggelamkan semua pikiran ku dalam kolam mimpi
Walau hanya sekedar satu malam

Jangan bunuh aku dengan perlahan
Kata-kata emosionalmu sungguh telah mencangkok perasaanku


Tuesday, November 17, 2009

Negeri Drakula

Orang bicara hukum, politik, sosial
Lalu apa yang kau banggakan dari negeri drakula ini?

Semua berjalan pongah
Lagaknya rapi, berdasi
Di belakang isap darah
Tidak lupa gegerkan seisi negeri

Tidak jaksa, polisi
Semua bobrok
Muak aku dengan berita akhir-akhir ini
Ternyata drakula juga simpan borok

Sahabat Semu

Jangan dulu kau sapu berandaku
Atau kibaskan rambut tebalku
Nikmati saja dulu kopimu
Kau pun dapat habiskan malam jika kau mau

Kau terlihat buru-buru
Ada apa?




Syair Hujan, Alam, Terik

Jakarta, kota metropolitan
Hari ini aku sungguh cinta padamu
Air hujan yang menyembur deras dari awan
Dan lilitan angin yang pekat sungguh menyempurnakan hariku

Ketika semua kekuatan alam sudah bersatu
Dan parasit-parasit kota terkucil olehnya
Maka siapa yang rela untuk melakoni peran antagonis itu?
Aku harap panas terik saat ini terlindas janjinya

Kuharap esok hari kau datang lagi
Jangan lupa bawa serta hadiah untukku

Monday, November 16, 2009

Kembalilah

Tolong, kali ini jangan kau jauhi aku
Aku butuh senyummu
Aku butuh itu
Aku selalu merindukanmu

Kekasih hati, kembalilah


Sunday, November 15, 2009

Cengkrama

Beberapa menit saja
Aku ingin kita bercengkarama
Jangan kau sebut segala perkara dunia
Atau kita harus kembali menguras masa

Tuesday, November 10, 2009

Satu Hati

Bisakah kita, sejenak
Ini telah 15 tahun setelah kita terpisah jarak

Kita berbicara semua negeri khayalan
Presidennya kita
Penduduknya kita
Dan semua muka yang ada hanya kita

Aku tidak peduli siapa kita sekarang
Dan kita 15 tahun silam
Selama kita tidak saling adu pedang
Dan tidak pula baku hantam

Istana memori dari bui ini
Atau pasir tertimbun tebal ombak
Masih ada, rapi
Walau kini kita bukan lagi satu hentak

Pasti, aku ingin pasti

Air mata berderai
Lalu kesedihan turun berantai
Kebenaran telah tertancap pasti
Satu kali ini saja aku berkata suatu janji

Tumbang
Kami telah persilakan semua ragu untuk enyah
Satu kali saja aku ingin berkata satu yang pasti
Dan setelah itu tak akan pernah kau lihat lagi

Aku berdiri
Dengan satu kaki

Monday, November 9, 2009

Jihad

Genderang perang telah ditabuh
Prajurit dan martir siap terbunuh

Mati telah jadi pilihan
Paling tidak dalam seribu, satu sudah di genggaman

Jihad! Jihad!
Tuhan Maha Besar!

Kalau semua golongan bercampur
Jadi satu melebur
Yang musuh berpencar
Kocar-kacir menyebar

Sudah seharusnya kita
Tidak hanya berangan belaka

Aku Benci Eksakta

Berjalan pada satu lintasan
Eksakta, dan semua angka ini betul-betul hina
Aku memang telah kalah dalam satu perjuangan
Dan harus rela diperbudak realita



Friday, November 6, 2009

Ragu

Terlihat muka awan muram
Sedih, tergeletak suram
Daun diam sunyi
Matahari dengan tenang bersembunyi

Suatu hari, Sabtu
Aku tiada punya kawan
Aku sadar harus tumbang kan segala ragu
Atau menunggu awan berkompromi dengan hujan

Thursday, November 5, 2009

Semu

Sosialita itu terlampau tinggi
Kelasku berada di sini
Marjinal-marjinal yang mengamen
Lansia-lansia yang meminta

Koneksinya, sahamnya, kekuasaannya, asetnya
Sudah tiada tara bandingannya
Lalu kita yang rendah, dan tidak istimewa
Mau bilang apa?




Wednesday, November 4, 2009

Tersangka?

Di luar sana
Medan Merdeka
Mereka berperkara
Uji materi dan lainnya

Ini hanya soal penangguhan
Penggeledahan tabir kemunafikan
Di negeri ini masih jua ada budak-budak rupiah
Dan pengejar-pengejar upeti-upeti sampah

Korupsi, demokrasi, reformasi
Nina bobo ini teruji
Pilar-pilar negara kita rontok
Termakan sindikat-sindikat yang telah berkarat bobrok

Jaksa, polisi
Begitu mudah dipermainkan jadi bala tentara cukong
Jika sudah begini
Siapa yang mau jadi tersangka?

Cumbu

Bolehkah kita bercumbu lagi?
Untuk satu kenikmatan duniawi tiada hakiki

Lekukan di setiap sudut tubuhmu
Itu telah menerobos jendela-jendela imanku

Jika semua perasaan yang abu-abu ini
Harus aku perkarakan
Dengan Tuhan dan para nabi
Satu pertanyaan

Bukankah nafsu ini ciptaan-Mu jua?

Purnama terbahak

Aku lihat rembulan yang dipajang Tuhan di atas sana
Dengan lebarnya tertawa
Terbahak atas segala kegelapan yang gulita
Dan itu memang hak prerogatifnya

Aku tidak ingin menghardikmu lebih dalam
Jurang kesepian ini telah menyembahku dengan sungguh-sungguh
Lantas apa yang kita bisa berikan
Selain senyum yang menyamar dalam bilik kegelisahan

Sunday, November 1, 2009

Pita Hitam untuk Bibit-Chandra

Di segala warta, rasanya
Aku hanya dengar itu, itu, dan itu
Ya, kalau bukan perceraian diva
Sudah pasti tentang siapa yang jadi tersangka atau terdakwa

Negara ini jadi lahan basah, bukan?
Demi segala kepentingan, kedudukan
Hukum, politik, ekonomi, sosial
Digerus mentah-mentah dengan gergaji berselimut sisik

Aku tidak heran atas timpang tindih ini
Atau yang orang bilang dengan kriminalisasi
"Hati-hati menggunakan kata kriminalisasi"
Jika pemimpin sudah bicara, rakyat mau bilang apa

Hampir, suram negeri kita
Jika tiada lagi hukum berkumandang dengan perkasa
Atau jika tikus penyadap kekayaan rakyat masih tertawa lebarnya
Di luar sana masih bertebaran dengan rata, bukan?